اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ
الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ
وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ
يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ
اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ
مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ
وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا
الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ
وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar
3X Walillahilhamdu
Kaum
Muslimin Yang Berbahagia.
Ramadhan dengan
ibadah utamanya puasa telah kita
lewati. Meskipun belum optimal apa yang kita lakukan, harapan kita dapat
memperoleh apa yang dijanjikan Allah SWT dan Rasul-Nya kepada siapa saja yang
berpuasa Ramadhan, yakni peningkatan ketaqwaan kepada Allah SWT dan memperoleh
ampunan dosa.
Banyak
pelajaran dan hikmah puasa untuk kehidupan kita yang lebih baik. Satu di
antaranya adalah berkaitan dengan berbuka puasa yang sering disebut dengan
istilah Takjil yang artinya bersegera, segera berbuka puasa. Kenapa? Karena
sudah waktunya. Itu artinya, apa yang harus segera kita lakukan, segeralah
melakukannya, jangan ditunda-tunda. Menunda apa yang harus kita lakukan paling
tidak mengakibatkan empat hal. Pertama, membuat motivasi kita
menurun bahkan kehilangan motivasi. Kedua, kehilangan momentum. Ketiga,
tidak mendapatkan nilai yang paling utama hingga sama sekali tidak
mendapatkan nilai dan Keempat yang paling merugikan adalah
kehilangan kesempatan sehingga kitapun tidak memungkinkan lagi untuk
melakukannya.
Dalam
kesempatan khutbah yang singkat ini, paling tidak ada empat hal yang harus
kitab segerakan dalam hidup ini, dari sekian banyak yang harus kita
segerakan. Pertama, segera dalam amal sosial. Segala
kebaikan yang sudah kita niatkan, maka kita dituntut untuk segera melakukannya.
Dalam hubungan sosial sesama. Banyak hal yang harus kita segerakan. Misalnya
kita sudah berniat mau mengunjungi saudara atau teman yang sakit, maka segera
menjenguknya, karena ada kemungkinan dia cepat sembuh dari sakit dan kembali ke
rumah dari perawatan di rumah sakit, atau mungkin juga dia meninggal dunia.
Contoh lainnya adalah ketika kita sudah berniat mendatangi rumah famili sebagai
bentuk penguatan silaturahim, maka segera kita mendatanginya, karena bisa jadi
kita menjadi tidak sempat atau famili kita itu harus bepergian pada kesempatan
lain. Begitu pula dengan niat kita mau bersedekah, segera lakukan, karena
bersedekah itu tidak harus menunggu kita menjadi orang kaya, dan begitulah
seterusnya. Yang amat disayangkan adalah banyak orang yang suka menunda
kebaikan yang mau dilakukannya, padahal salah satu ciri orang shalih adalah
segera dalam kebaikan sebagaimana Allah SWT berfirman:
يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الآخِرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَيُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَأُولَئِكَ مِنَ الصَّالِحِينَ
Mereka
beriman kepada Allah dan hari akhirat, menyuruh kepada yang makruf, dan
mencegah dari yang mungkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai
kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh (QS Ali Imran [3]:114).
Kedua, segera dalam taubat. Bertaubat
yakni kembali kepada Allah, karena dosa menyebabkan orang menjauhi Allah SWT
dengan segala ketentuan-Nya. Karena kita tidak tahu kapan kematian akan datang
kepada kita dan kita menyadari bahwa kematian itu bisa datang kapan saja, maka
taubat harus kita lakukan sesegera mungkin, jangan ditunda besok, pekan depan,
bulan depan, tahun depan apalagi kalau ditunda hingga bila usia kita mencapai
tua, hal ini karena belum tentu kita bisa hidup sampai tua, bahkan yang lebih tragis
adalah banyak orang yang sudah tua tapi masih belum juga bertaubat, bahkan ada
dosa baru yang dilakukannya. Allah SWT berfirman:
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن
رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ
لِلْمُتَّقِينَ
Dan bersegeralah
kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit
dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa (QS Ali Imran
[3]:133).
Manakala
kita sudah bertaubat, maka kita akan menjadi manusia yang dicintai Allah SWT, dalam
suatu hadits, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ
الْمُؤْمِنَ الْمُفْتَتَنَ التَّوَّابَ
Sesungguhnya
Allah mencintai seorang hamba mukmin yang terjerumus dosa tetapi bertaubat (HR.
Ahmad).
Rasulullah
SAW juga menggambarkan bagaimana kecintaan Allah kepada orang yang bertaubat
dalam satu haditsnya:
اَللهُ أَفرحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ
مِنْ أَحَدِكُمْ سَقَطَ عَلَى بَعِيْرِهِ وَقَدْ أَضَلَّهُ فِى أَرْضٍ فَلاَةٍ
Sesungguhnya
Allah lebih suka menerima taubat seorang hamba-Nya, melebihi dari kesenangan
seseorang yang menemukan kembali dengan tiba-tiba untanya yang hilang
daripadanya di tengah hutan (HR. Bukhari dan Muslim).
Di samping
itu, dalam konteks kecintaan Allah SWT kepada orang yang bertaubat, Dia lebih
mencintai lagi bila yang bertaubat itu adalah seseorang yang masih tergolong
muda, Rasulullah SAW bersabda:
مَامِنْ شَيْءٍ أَحَبُّ إِلَى اللهِ
مِنَ الشَّبَابِ التاَّ ئِبِ
Ketiga, segera dalam beribadat, misalnya
shalat di awal waktu jauh lebih utama ketimbang ditunda-tunda hingga menjelang
waktu berikutnya. Bahkan ibadah Jumat jangan sampai ditunda kedatangan kita ke
masjid hingga khatib hampir selesai berkhutbah, hal ini karena prosesi ibadah
Jumat itu dimulai saat khatib naik mimbar, karenanya pastikan kita sudah hadir
paling lambat lima menit sebelum khatib naik mimbar itupun dengan pahala yang
kecil, yakni seperti orang berkorban dengan sebutir telur . Kalau untuk
menyegerakan buka puasa kita mau menunggu, padahal hukumnya sunat, mengapa
untuk ibadah yang wajib seperti Jumatan kita tidak mau menunggu, apalagi tidak
ada toleransi untuk keterlambatan, dalam hadits diterangkan:
مَنِ اغْتسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ
غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ بُدْ نَةً، وَمَنْ رَاحَ
فىِ السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِى
السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا اَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ
فِى السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِى
السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَ نَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَاِذَا خَرَجَ
اْلاِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.
Barang siapa
yang mandi seperti mandi junub pada hari Jum’at, kemudian dia pergi ke masjid
pada kesempatan pertama, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan seekor
unta. Barang siapa pergi ke masjid pada kesempatan kedua, maka pahalanya
seperti pahala berkorban dengan sapi. Barang siapa pergi ke masjid pada
kesempatan ketiga, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan seekor
kambing. Barang siapa pergi ke masjid pada kesempatan keempat, maka pahalanya
seperti pahala berkorban dengan ayam. Barang siapa tiba ke masjid pada
kesempatan kelima, maka pahalanya seperti pahala berkorban dengan sebutir
telur. Jika imam (khatib) telah keluar, para malaikat hadir mendengarkan
khutbah (tidak ada yang mencatat siapa yang datang setelah itu). (HR. Muslim).
Karena itu,
bila seorang muslim terlambat dalam ibadah Jumat, ia baru datang saat khatib
sudah naik mimbar, maka ia terancam tidak dicatat ibadah Jumatnya oleh para
malaikat meskipun kewajibannya gugur. Yang menjadi pertanyaan kita adalah sudah
berapa puluh tahun seorang muslim ibadah Jumat tapi tidak ada catatannya di
buku malaikat, karena kehadirannya itu selalu terlambat, hal ini
disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW:
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ,
وَقَفَتِ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى بَابِ الْمَسْجِدِ يَكْتُبُوْنَ اْلأَوَّلَ
فَاْلأَوَّلَ وَمَثَلُ الْمُهَجِّرِ كَمَثَلِ الَّذِى يُهْدِى بَدَنَةً, ثُمَّ
كَالَّذِى يُهْدِى بَقَرَةً, ثُمَّ
كَبْشًا, ثُمَّ دَجَاجَةً, ثُمَّ بَيْضَةً، فَاِذَا خَرَجَ اْلاِمَامُ
طَوَوْا صُحُفَهُمْ, يَسْتَمِعُوْنَ الذِّكْرَ.
Jika tiba
hari Jumat, para malaikat berdiri di pintu-pintu masjid menulis yang hadir
pertama dan yang seterusnya. Dan perumpamaan orang yang berangkat pertama
adalah seperti orang yang berkorban seekor unta, kemudian seperti orang yang
berkorban sapi, kemudian seekor domba, kemudian seekor ayam, kemudian sebutir
telur. Jika imam telah hadir, maka mereka menutup buku catatan dan menyimak
dzikir (khutbah). (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah).
Keempat, segera dalam membayar utang. Bagi
seorang muslim, utang merupakan sesuatu yang harus segera dibayar, ia tidak
boleh menyepelekan utang meskipun nilai atau jumlahnya kecil karena hal ini
bisa menjadi kendala untuk bisa masuk ke dalam surga, dalam satu hadits
dijelaskan:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَاعِدًا حَيْثُ تُوْضَعُ الْجَنَائِزُ فَرَفَعَ رَأْسَهُ قِبَلَ
السَّمَاءِ ثُمَّ حَفَضَ بَصَرَهُ فَوَضَعَ يَدَهُ عَلَى جَبْهَتِهِ فِى
سَبِيْلِ اللهِ الْجَنَّةَ فَقاَلَ: سُبْحَان اللهِ, سُبْحَان اللهِ, مَاأَنْزَلَ
مِنَ التَّشْدِيْدِ. قاَلَ: فَفَرَقْنَا وَسَكَتْنَا حَتَّى إِذَا كَانَ الْغَدُ
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا: مَا
التَّشْدِيْدُ الَّذِى نَزَلَ؟. قاَلَ: فِى الدَّيْنِ, وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ
لَوْ قُتِلَ رَجُلٌ فِى سَبِيْلِ اللهِ ثُمَّ عَاشَ. ثُمَّ قُتِلَ ثُمَّ عَاشَ
ثُمَّ قُتِلَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى دَيْنَهُ
Rasulullah
SAW pernah duduk di sekitar beberapa jenazah diletakkan, lalu beliau mengangkat
kepalanya ke arah langit kemudian menundukkan pandangannya, lalu meletakkan
tangannya ke keningnya seraya bersabda: Maha Suci Allah, Maha Suci Allah,
betapa keras ancaman yang diturunkan. Ia menuturkan, maka kami bubar dan kami
diam hingga keesokan harinya, aku bertanya kepada Rasulullah SAW, kami berkata:
“ancaman keras apa yang telah turun?”. Beliau bersabda: :Tentang hutang, demi
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, kalau seandainya seseorang gugur di jalan
Allah, kemudian hidup lagi, lalu gugur dan kemudian hidup lagi, lalu gugur lagi
sedangkan ia menanggung hutang, niscaya ia tidak akan masuk surga hingga
hutangnya dilunasi (HR. Nasa’i, Thabrani dan Hakim).
Dengan
demikian, bila orang yang sudah meninggal dunia kemungkinan memiliki utang
kepada pihak lain dan keluarga belum
mengetahuinya, maka paling tidak harus ada pernyataan bahwa pihak keluarganya
akan menanggung atau membayarnya sehingga dengan begitu orang yang meninggal
dunia sudah tidak memiliki utang, dalam satu hadits diceritakan:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِجَنَازَةٍ فَقَالَ: هَلْ تَرَكَ شَيْئًا؟ قَالُوْا:
لاَ. قَالَ: هَلْ عَلَيْهِ مِنْ دَيْنٍ؟. قَالُوْا: نَعَمْ, عَلَيْهِ دِيْنَارَانِ. قَالَ: صَلُّوْا عَلَى
صَاجِبِكُمْ. قَالَ أَبُوْ قَتَادَةَ هُمَا عَلَيَّ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَصَلَّ
عَلَيْهِ
Suatu ketika
ada jenazah didatangkan kepada Rasulullah SAW untuk beliau shalatkan, lalu
beliau bertanya: “Apakah jenazah ini meninggalkan sesuatu?” Para sahabat
menjawab: “Tidak.” Lalu beliau bertanya lagi: “Apakah ia memiliki tanggungan
utang?” Para sahabat menjawab: “Ya, dua dinar.”Lalu beliau berkata: “Kalau
begitu, maka shalatkanlah jenazah teman kalian ini.” (Maksudnya beliau tidak
mau menshalatkan jenazah yang masih punya utang), lalu Abu Qatadah RA siap
membayarnya dengan berkata: “Saya yang menjamin utang tersebut ya Rasulullah.”
Lalu beliaupun menshalatkannya (HR. Bukhari, Ahmad, Nasai, Ibnu Hibban dan
Ahmad).
Oleh karena
itu bila kita punya utang harus segera membayarnya dan bila uangnya sudah ada
tapi kita tidak segera membayarnya, maka hal itu tergolong kezaliman yang tidak
disadari atau tidak dipahami oleh manusia, karena yang lebih bagus adalah
membayar utang sebelum jatuh tempo, Rasulullah SAW bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ وَإِذَا
أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيْءٍ فَلْيَتْبَعْ
Penundaan
pembayaran utang oleh orang yang mampu adalah kezhaliman. Dan apabila salah
seorang dari kalian dialihkan (pembayaran utangnya) kepada orang kaya, maka
hendaklah ia menerima pengalihan itu (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi,
Nasa’i dan Ibnu Majah).
Namun
apabila manusia yang berutang tidak mau memperhatikan atau tidak mau
membayarnya, maka hal itu akan membawa keburukan bagi dirinya, apalagi dalam
kehidupan di akhirat nanti, hal ini karena utang yang tidak dibayar akan menggerogoti
nilai kebaikan seseorang yang dilakukannya di dunia, kecuali bila ia memang
tidak mempunyai kemampuan untuk membayarnya, Rasulullah SAW bersabda:
اَلدَّيْنُ دَيْنَانِ فَمَنْ مَاتَ
وَهُوَيَنْوِىْ قَضَاءَهُ فَأَنَا وَلِيُّهُ وَمَنْ مَاتَ وَلاَيَنْوِىْ قَضَاءَهُ
فَذَالِكَ الَّذِىْ يُؤْخَذُمِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ يَوْمَئِذٍ دِيْنَارٌ
وَلاَدِرْهَمٌ.
Utang itu
ada dua macam, barang siapa yang mati meninggalkan utang, sedangkan ia berniat
akan membayarnya, maka saya yang akan mengurusnya, dan barang siapa yang mati,
sedangkan ia tidak berniat akan membayarnya, maka pembayarannya akan diambil
dari kebaikannya, karena di waktu itu tidak ada emas dan perak (HR. Thabrani).
Dalam hadits
riwayat Bukhari dan Nasai dari Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bercerita yang
sangat menarik tentang dua orang Bani Israil yang terkait dengan utang. Seorang
Bani Israil berutang seribu dinar kepada seorang Bani Israil lainnya. Pemberi
pinjaman itu berkata: “Datangkanlah para saksi, aku akan menjadikan mereka
sebagai saksi.”
Orang yang
mau meminjam berkata: “Cukuplah Allah sebagai saksi.”
Orang itu
berkata lagi: “Hadirkanlah kepadaku seorang penjamin.”
Orang yang
mau meminjam berkata: “Cukuplah Allah sebagai penjamin.”
Orang itu
berkata: “Engkau benar.”
Lalu
diserahkanlah uang seribu dinar itu dengan batas waktu yang ditentukan. Si
peminjam pun pergi dengan menyeberangi lautan menuju suatu daerah untuk suatu
keperluan. Setelah selesai keperluannya di daerah itu, ia bermaksud pulang ke
kampung halamannya, namun tidak ada kendaraan untuk pulang, sementara utang
sudah hampir jatuh tempo sehingga bila ia menunggu sampai dapat kendaraan,
iapun melewati waktu yang ditentukan untuk membayar uang.
Dengan penuh
keyakinan, si peminjam itu tidak mau mengabaikan janji waktu bayar utang. Iapun
mencari kayu, dilubangi kayu itu, lalu dimasukkan uang seribu dengan beserta
surat darinya, lubang itupun ditambal atau ditutup rapat agar tidak kena air
atau jatuh.
Setelah
selesai, iapun siap menghanyutkannya ke laut dan berkata: “Ya Allah, sesungguhnya
Engkau tahu bahwa aku telah meminjam uang sebanyak seribu dinar kepada si
fulan. Kala itu ia meminta seorang saksi, maka aku katakan: “cukuplah Allah
sebagai saksi,” kemudian ia rela dengan-Mu. Kemudian iapun minta didatangkan
seorang penjamin, maka aku katakan kepadanya: ‘cukuplah Allah sebagai
penjamin,” kemudian ia rela dengan-Mu. Dan sesungguhnya aku telah berupaya
keras menemukan kendaraan untuk mengirimkan piutangnya, namun aku tidak mampu,
dan kini aku menitipkannya kepada-Mu.”
Setelah
dihanyutkan, iapun melanjutkan usaha mencari kendaraan agar bisa pulang ke
kampung halamannya.
Kemudian
orang yang memberi pinjaman itu keluar untuk melihat barangkali ada kendaraan
(kapal atau perahu) datang membawa uang miliknya. Dan ternyata yang ada hanya
sepotong kayu. Iapun membawa pulang kayu itu, setelah membelahnya, ternyata ia
mendapati ada seribu dinar dan selembar surat untuknya.”
Orang yang
meminjam uang itupun sudah bisa kembali dan tetap membawa seribu dinar saat
menemuinya, ia berkata: “Demi Allah, aku sudah berupaya keras mencari
kendaraan agar bisa datang kepadamu dengan membawa uang milikmu, namun aku
tidak menemukan satupun kendaraan sebelum ini.”
Orang yang
meminjamkan uang justru bertanya: “Apakah kamu mengirimkan sesuatu kepadaku?.”
Ia berkata:
“Aku sampaikan kepadamu bahwa aku tidak menemukan kendaraan sebelum
kedatanganku ini.”
Si pemberi
pinjaman berkata: “Sesungguhnya Allah telah melunasi utangmu dengan apa yang
telah kamu kirimkan di dalam sepotong kayu.”
Karena
utangnya telah lunas, maka orang itupun pulang dengan membawa seribu dinar
dalam keadaan menyadarinya.
Dengan
demikian, sukses ibadah Ramadhan harus kita tunjukkan dengan semangat yang
lebih besar dalam melakukan segala kebaikan. Semangat shalat berjamaah di
masjid, semangat menuntut dan mengajarkan ilmu, semangat tolong menolong dalam
kebaikan, semangat berdakwah dan bersemangat dalam berbagai kebaikan yang bisa
kita lakukan, ini membuat kita menjadi manusia yang bermanfaat.
Akhirnya,
marilah kita akhiri ibadah shalat Id kita pada hari ini dengan sama-sama
berdoa:
اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ
خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا
تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا
مَصَائِبَ الدُّنْيَا.
Ya Allah,
anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan
perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan
kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan
bagi kami segala musibah di dunia ini.
اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا
بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ
الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ
مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ
عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah,
anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan
kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan
jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah
Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan
jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ
وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah,
ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang
masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.
رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Allah,
anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di
akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.
download khutbah idul fitri 2016 : Bersegera Dalam 4 Kebaikan doc disini
download juga khutbah iedul fitri dibawah ini
0 comments :
Post a Comment